Kamis, 10 Januari 2013


PERTAMBANGAN MINERAL NON LOGAM DAN BATUAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA

Saat ini kegiatan pertambangan yang lebih dikenal adalah pertambangan untuk komoditas mineral logam antara lain: emas, tembaga, nikel, bauksit dan komoditas batubara. Selain komoditas mineral utama dan batubara ini, komoditas batuan memiliki peran yang sama pentingnya dalam memberikan dukungan terhadappembangunan daerah antara lain: pembangunan infrastruktur jalan, pembangunan perumahan, dan gedung perkantoran. Sejak berlakunya Otonomi Daerah setiap daerah harus mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada, salah satunya adalah sumber daya mineral non logam dan batuan, dan  juga untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Pertambangan Mineral diterbitkan guna mengatur semua aktivitas pertambangan yang ada di Kabupaten Banjarnegara yang mempunyai sumber daya mineral yang cukup potensial terutama bahan galian non logam dan batuan. Kabupaten Banjarnegara sendiri memiliki potensi bahan galian non logam dan batuan yang cukup banyak, diantarantya yang sudah tergali adalah : batu gamping, feldspar, talk, andesit, batu lempeng, pasir dan batu kali.
Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui tentang pertambangan mineral non logam dan batuanserta masalah-masalahnya. Pembahasan pada makalah ini dibatasi pada hal-hal yang berkaitan dengan regulasi tentang mineral non logam dan batuan di Kabupaten Banjarnegara yang meliputi Izin Usaha Pertambangan, Kewenangan Pemerintah, kewajiban para pemegang Izin Usaha Pertambangan, dan masalah-masalah yang ada dan pemecahannya.



2.1.            Bahan Galian
Bahan galian adalah unsur – unsur kimia, mineral – mineralbijih – bijih dan segala macam batuan termasuk batuan – batuan mulia yang merupakan endapan – endapan alam. Dalam Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara. yang dijabarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubarabahwa bahan galian dapat dikelompokan dalam 5 (lima) golongan yaituMineral Radio Aktif, Mineral Logam, Mineral Bukan Logam, Batuan  dan Batubara.
2.2.            Pertambangan dan Kegiatan-kegiatannya
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, study kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
1.      Penyelidikan Umum adalah penyelidikan secara geologi umum atau geofisika, di daratan, perairan dan fotoudara terhadap segala sesuatu yang ada di bumi dengan maksud untuk membuat peta geologi secara umum atau untuk menetapkan tanda-tanda adanya kandungan bahan galian di suatu wilyah;
2.      Eksplorasi adalah segala penyelidikan pertambangan untuk mengetahui secara teliti tentang penyebaran endapan bahan galian, besar dan nilai cadangan;
3.      Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pascatambang;
4.      Konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan;
5.      Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya, ada dua sistem penambangan yaitu :
a)      sistem tambang terbuka dan ;
b)      sistem tambang bawah tanah.
6.      Pengolahan/Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan;
7.      Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan atau dipasarkan;
8.      Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan mineral atau batubara baik di dalam negeri atau di luar negeri;
9.      Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya;
10.  Kegiatan Pascatambang, yang selanjutnya disebut pascatambang, adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan.
Wilayah Pertarnbangan adalah wilayah yang memiliki potensi mineral atau batubara dan tidak terikat dengan, batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional. Wilayah Pertambangan  ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Penetapan Wilayah Pertambangan dilaksanakan dengan:
a.       Secara transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab;
b.      Secara terpadu dengan rnemperhatikan pendapat dari Instansi Pemerintah terkait, masyarakat, dan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya, serta berwawasan lingkungan; dan
c.       Dengan rnemperhatikan aspirasi daerah.  Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib melakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan dalam rangka penyiapan Wilayah Pertambangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai batas, luas, dan mekanisme penetapan Wilayah Pertambangan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Wilayah Pertambangan tersebut terdiri atas : Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), dan Wilayah Pencadangan Negara (WPN).
a)      Wilayah Usaha Pertambangan ( WUP )
Adalah bagian dari Wilayah Pertambangan yang telah memiliki ketersediaan data potensi, atau informasi geologi.  Wilayah Izin Usaha Pertambangan adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan. Satu Wilayah Usaha Pertambangan terdiri atas satu  atau beberapa Wilayah Izin Usaha Pertambangan yang berada pada lintas wilayah provinsi, lintas wilayah kabupaten / kota atau dalam satu wilayah kabupaten atau kota. Kriteria untuk menetapkan satu atau beberapa Wilayah Izin Usaha Pertambangan dalam satu Wilayah Usaha Pertambangan  adalah sebagai berikut:
i.        Letak geografis;
ii.      Kaidah konservasi;
iii.    Daya dukung lindungan lingkungan;
iv.    Optimalisasi sumber daya mineral atau batubara;
v.      Tingkat kepadatan penduduk.
b)      Wilayah Pertambangan Rakyat ( WPR )
Wilayah Pertambangan Rakyat adalah bagian dari Wilayah Pertambangan tempat di lakukan kegiatan usaha Pertambangan RakyatKriteria untuk menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat adalah. sebagai berikut:
  1. Mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan / atau di antara tepi dan tepi sungai.
  2. Mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25  meter.
  3. Endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba.
  4. Luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 hektare.
  5. Menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang.
  6. Merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang – kurangnya15 tahun.
Dalam menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat Bupati  / Walikota berkewajiban melakukan pengumuman mengenai rencana Wilayah Pertambangan Rakyat kepada masyarakat secara terbuka. Wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat.
c)      Wilayah Pencadangan Negara ( WPN )
Wilayah Pencadangan Negara adalah bagian dari Wilayah Pertambangan yang dicadangkan untuk kepentingan strategis nasional. Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan dengan memperhatikan aspirasi daerah menetapkan Wilayah Pencadangan Nasional sebagai daerah yang dicadangkan untuk komoditas tertentu dan daerah konservasi dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan. Wilayah Pencadangan Nasional yang ditetapkan untuk komoditas tertentu dapat diusahakan sebagian luas wilayahnya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Wilayah  yang akan diusahakan menjadi Wilayah Percadangan Nasional harus berubah statusnyamenjadi Wilayah Usaha Pertambangan Khususdengan mempertimbangkan:
i.        Pemenuhan bahan baku industri dan energi dalam negeri.
ii.      Sumber devisa Negara.
iii.    Kondisi wilayah didasarkan pada keterbatasan sarana dan prasarana.
iv.    Berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi.
v.      Daya dukung lingkungan.
vi.    Penggunaan teknologi tinggi dan modal investasi yang besar.
2.3.            Izin Usaha Pertambangan
Izin usaha pertambangan adalah pemberian izin untuk melakukan usaha pertambangan kepada orang pribadi atau badan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah.  Izin Usaha Pertambangan diberikan dalam bentukSurat Keputusan Izin Usaha Pertambangan. Izin Usaha Pertambangan diberikan kepada:
a.       Badan usaha.
b.      Koperasi.
c.       Perseorangan.
Izin Usaha Pertambangan terdiri atas dua tahap:
1.      Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.Dan diberikan untuk satu jenis mineral atau batubara.
2.      Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.
Pemegang Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi dapat melakukan sebagian atau seluruhnya.
Izin Usaha Pertambangan diberikan oleh:
1.      Bupati / Walikota apabila Wilayah Izin Usaha Pertambangan berada di dalam satu wilayah kabupaten / kota;
2.      Gubernur apabila Wilayah Izin Usaha Pertambangan berada pada lintas wilayah kabupaten / kota dalam 1provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari Bupati / Walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
3.      Menteri apabila Wilayah Izin Usaha Pertambangan berada pada lintas wilayah provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari Gubernur dan Bupati / Walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
Izin Usaha Pertambangan bahan galian Non Logam dan batuan di Kabupaten Banjarnegara untuk IUP Eksplorasi pertambangan mineral bukan logam dan batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat di perpanjang 1 (satu) tahun, sedangkan IUP Operasi Produksi pertambangan mineral bukan logam 10 (sepuluh tahun) dan dapat di perpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun dan bahan galian batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.
Sesuai Persyaratan Izin Uaha Pertambangan Bahan Galian Non Logam dan Batuan yang tercantum dalamPeraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Pertambangan Mineral Di Kabupaten Banjarnegara, maka pemegang Izin Usaha Pertambangan bahan galian Non Logam dan Batuan diwajibkan :
(1)       Pemegang IUP tidak boleh memindahkan IUP- nya  kepada pihak lain.
(2)       Melaksanakan pemeliharaan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja pertambangan, pengamanan teknis dan lingkungan hidup serta mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku;
(3)       Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburan, mencegah kerusakan tanah dan jalan;
(4)       Mengembalikan tanah/menimbun kembali tanah yang telah ditambang dan atau reklamasi;
(5)       Melakukan penanaman kembali/penghijauan/reboisasi, dan revegetasi;
(6)       Memberikan laporan secara tertulis atas pelaksanaan usahanya kepada Bupati setiap 3 (tiga) bulan sekali.
(7)       Memberikan laporan kepada Bupati Cq Kepala SKPD yang secara teknis membidangi pertambangan mineral atas penemuan  galian dan barang berharga yang tidak disebutkan dalam IUP;
(8)       Pemegang IUP wajib menjamin penerapan standar dan baku mutu lingkungan sesuai dengan karakteristik suatu daerah.
(9)       Pemegang IUP wajib menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(10)   Setiap pemegang IUP wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pasca tambang pada saat mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi.
Pemegang IUP wajib menyediakan dana jaminan reklamasi dan dana jaminan pasca tambang
2.4.            Dasar Hukum
Dasar hukum perizinan usaha pertambangan bahan galian non logam dan batuan di KabupatenBanjarnegara adalah sebagai berikut :
a)      Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33     ayat 3 ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
b)      Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (LN Tahun 1999 Nomor 4, TLN 4959).
c)      Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Wilayah Pertambangan
d)     Peraturan pemerintah republik indonesia Nomor 23 tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
e)      Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 11 Tahun 2010 Tentang  Pertambangan Mineral.


Permasalahan umum yang dihadapi di berbagai daerah tentang pertambangan nonlogam dan batuan rata-rata hampir sama, yaitu masih tetap maraknya pertambangan tanpa izin atau yang biasa disebut sebagai PETI. Kegiatan ini biasanya dilakukan masyarakat setempat secara perorangan dan dalam skala kecil. Peralatan penambangan yang digunakan juga yang sederhana. Tetapi karena dilakukan oleh banyak orang maka diperlukan pengawasan dan penertiban dari aparat pemerintah sehingga kegiatan penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi masyarakat dan lingkungan.
 Permasalahan yang timbul dari dalam pemerintahan sendiri adalah masih kurangnya Sumber Daya Manusia yang mempunyai kompetensi yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Pada kondisi di Kabupaten Banjarnegara, aparat pemerintah yang mempunyai kompetensi di bidang pertambangan masih sangat kurang, sehingga selama ini hanya memanfaatkan sumber daya  manusia yang ada saja.


Dalam permasalahan dengan Pertambangan Rakyat, setiap daerah menggunakan cara yang berbeda untuk meminimalisasi PETI. Di Kabupaten Banjarnegara sendiri, Pemerintah Kabupaten sudah mengusahakan dengan menyederhanakan proses pengajuan izin untuk pengajuan permohonan izin penambangan rakyat.Pemerintah Kabupaten Banjarnegara pada saat juga terus melakukan pendekatan-pendekatan terhadap para pelaku PETI agar mereka dapat segera memiliki izin usaha. Diantaranya dengan terus melakukan sosialisai tentang prosedur perizinan pertambangan yang berlaku di Kabupaten Banjarnegara dan penyuluhan-penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di ereal pertambangan.
Sedangkan dalam hal Izin Usaha Pertambangan, banyak pengusaha yang merasa bahwa jaminan dan kepastian hukum dianggap masih belum mengakomodasi kepentingan mereka sehingga mereka lebih memilih untuk tidak mengajukan IUP. Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten perlu memfasilitasi adanya kajian bersama antara pihak pengusaha, Pemerintah Kabupaten dan DPRD Kabupaten selaku pembuat regulasi. Sehingga produk hukum yang dihasilkan dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak.
Dalam mengatasi masalah Sumber Daya Manusia, Pemerintah Kabupaten Banjarnegara melakukan langkah-langkah yang sesuai yaitu dengan menunjuk beberapa aparat pemerintah untuk mengikuti pendidikan di bidang pertambangan di Akamigas-STEM Cepu. Sehingga diharapkan, setelah mengikuti pendidikan ini dapat kembali ke daerah asal dan menjadi pengawas di bidang pertambangan.
SIMPULAN
1.      Pertambangan adalah bidang yang menarik minat sebagaian besar masyarakat karena merupakan bidang yang menjanjikan banyak keuntungan;
2.      Pertambangan Mineral non logam dan Batuan bisa diusahakan oleh Badan Usaha, Koperasi dan Perseorangan;
3.      Pertambangan di setiap daerah mempunyai permasalahan yang hampir sama yaitu adanya Pertambangan Tanpa Izin (PETI), demikian pula yang terjadi di Kabupaten Banjarnegara;
4.      Pelaku PETI biasanya adalah masyarakat setempat yang melakukannya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan biasanya dilakukan dengan peralatan yang sederhana;
5.      Pemerintah Kabupaten Banjarnegara sudah melakukan pendekatan-pendekatan terhadap para pelaku PETI agar mereka dapat segera memiliki izin usaha.
SARAN
1.      Perlu diadakan pertemuan antara pemerintah kabupaten dengan para pelaku pertambangan baik yang berizin ataupun yang tidak sehingga dapat diperoleh produk hukum yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak;
2.      Perlu pembinaan dan pendidikan yang lebih intensif terhadap aparat pemerintah yang berkecimpung di dalam bidang pertambangan sehingga dapat berperan optimal sebagai pengawas bidang pertambangan.



DAFTAR PUSTAKA
1.      BPS dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara, 2010, hasil sensus penduduk Kabupaten Banjarnegara 2006.
2.      ..........., 2009, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
3.      ..........., 2010, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
4.      ..........., 2010, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
5.       ............, 2011, Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pertambangan Mineral Kabupaten Banjarnegara.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar