PERTAMBANGAN MINERAL NON LOGAM DAN BATUAN DI KABUPATEN
BANJARNEGARA
Saat ini kegiatan pertambangan yang lebih dikenal
adalah pertambangan untuk komoditas mineral logam antara lain: emas, tembaga,
nikel, bauksit dan komoditas batubara. Selain komoditas mineral utama dan
batubara ini, komoditas batuan memiliki peran yang sama pentingnya dalam
memberikan dukungan terhadappembangunan daerah antara
lain: pembangunan infrastruktur
jalan, pembangunan perumahan, dan gedung perkantoran. Sejak
berlakunya Otonomi Daerah setiap daerah harus mengoptimalkan pemanfaatan
sumber daya yang ada,
salah satunya adalah sumber daya mineral non logam dan batuan, dan juga untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Pertambangan Mineral diterbitkan guna
mengatur semua aktivitas pertambangan yang ada di Kabupaten
Banjarnegara yang mempunyai
sumber daya mineral yang cukup potensial terutama bahan galian non logam dan batuan. Kabupaten
Banjarnegara sendiri memiliki potensi bahan galian non logam dan batuan yang
cukup banyak, diantarantya yang sudah tergali adalah : batu gamping, feldspar,
talk, andesit, batu lempeng, pasir dan batu kali.
Makalah
ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui tentang
pertambangan mineral
non logam dan batuanserta masalah-masalahnya. Pembahasan pada
makalah ini dibatasi pada hal-hal yang berkaitan dengan regulasi tentang mineral non logam dan batuan
di Kabupaten Banjarnegara yang meliputi
Izin Usaha Pertambangan,
Kewenangan Pemerintah, kewajiban para pemegang Izin Usaha
Pertambangan, dan masalah-masalah yang ada dan pemecahannya.
2.1. Bahan
Galian
Bahan galian adalah unsur – unsur
kimia, mineral – mineral, bijih – bijih dan
segala macam batuan termasuk batuan – batuan mulia yang merupakan
endapan – endapan alam. Dalam
Undang-undang nomor
4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara. yang
dijabarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara, bahwa bahan galian dapat dikelompokan dalam 5 (lima) golongan yaitu; Mineral Radio Aktif, Mineral Logam,
Mineral Bukan Logam, Batuan dan Batubara.
2.2. Pertambangan dan Kegiatan-kegiatannya
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan
kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau
batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, study kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan,
serta kegiatan pasca tambang.
1. Penyelidikan
Umum adalah penyelidikan secara geologi umum atau geofisika, di daratan,
perairan dan fotoudara terhadap segala
sesuatu yang ada di
bumi dengan maksud untuk membuat peta geologi secara umum atau
untuk menetapkan tanda-tanda adanya kandungan bahan galian di suatu wilyah;
2. Eksplorasi
adalah segala penyelidikan pertambangan untuk mengetahui secara teliti tentang
penyebaran endapan bahan galian, besar dan nilai cadangan;
3. Studi Kelayakan adalah tahapan
kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh
aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha
pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan
pascatambang;
4. Konstruksi adalah kegiatan usaha
pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi,
termasuk pengendalian dampak lingkungan;
5. Penambangan adalah bagian kegiatan
usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral
ikutannya, ada dua sistem penambangan yaitu :
a) sistem tambang terbuka dan ;
b) sistem tambang bawah tanah.
6. Pengolahan/Pemurnian
adalah kegiatan
usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta
untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan;
7. Pengangkutan
adalah kegiatan
usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah
tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan atau
dipasarkan;
8. Penjualan
adalah kegiatan
usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan mineral atau batubara baik
di dalam negeri atau di luar negeri;
9. Reklamasi adalah kegiatan yang
dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan
memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali
sesuai peruntukannya;
10. Kegiatan Pascatambang, yang
selanjutnya disebut pascatambang, adalah kegiatan terencana, sistematis, dan
berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk
memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di
seluruh wilayah penambangan.
Wilayah Pertarnbangan adalah wilayah yang memiliki
potensi mineral atau batubara dan tidak terikat dengan, batasan administrasi
pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional. Wilayah
Pertambangan ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan
pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia. Penetapan Wilayah Pertambangan dilaksanakan dengan:
a. Secara
transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab;
b. Secara
terpadu dengan rnemperhatikan pendapat dari Instansi Pemerintah terkait,
masyarakat, dan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial
budaya, serta berwawasan lingkungan; dan
c. Dengan
rnemperhatikan aspirasi daerah. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib
melakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan dalam rangka penyiapan
Wilayah Pertambangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai batas, luas, dan
mekanisme penetapan Wilayah Pertambangan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Wilayah
Pertambangan tersebut terdiri atas : Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah
Pertambangan Rakyat (WPR), dan Wilayah Pencadangan Negara (WPN).
a) Wilayah
Usaha Pertambangan ( WUP )
Adalah
bagian dari Wilayah Pertambangan yang telah memiliki ketersediaan data potensi,
atau informasi geologi. Wilayah Izin Usaha Pertambangan adalah
wilayah yang diberikan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan. Satu
Wilayah Usaha Pertambangan terdiri atas satu atau beberapa Wilayah Izin
Usaha Pertambangan yang berada pada lintas wilayah provinsi, lintas wilayah
kabupaten / kota atau dalam satu wilayah kabupaten atau kota. Kriteria
untuk menetapkan satu atau beberapa Wilayah Izin Usaha Pertambangan dalam satu
Wilayah Usaha Pertambangan adalah sebagai berikut:
i. Letak
geografis;
ii. Kaidah
konservasi;
iii. Daya
dukung lindungan lingkungan;
iv. Optimalisasi
sumber daya mineral atau batubara;
v. Tingkat
kepadatan penduduk.
b) Wilayah Pertambangan Rakyat ( WPR )
Wilayah Pertambangan Rakyat adalah bagian dari Wilayah
Pertambangan tempat di lakukan kegiatan usaha Pertambangan Rakyat, Kriteria untuk
menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat adalah. sebagai berikut:
- Mempunyai
cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan / atau di
antara tepi dan tepi sungai.
- Mempunyai
cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 meter.
- Endapan
teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba.
- Luas
maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 hektare.
- Menyebutkan
jenis komoditas yang akan ditambang.
- Merupakan
wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang – kurangnya15
tahun.
Dalam menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat Bupati /
Walikota berkewajiban melakukan pengumuman mengenai rencana Wilayah
Pertambangan Rakyat kepada masyarakat secara terbuka. Wilayah atau
tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan
sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai
Wilayah Pertambangan Rakyat.
c) Wilayah Pencadangan Negara ( WPN )
Wilayah Pencadangan Negara adalah bagian dari Wilayah
Pertambangan yang dicadangkan untuk kepentingan strategis nasional. Pemerintah
dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia dan dengan memperhatikan aspirasi daerah menetapkan
Wilayah Pencadangan Nasional sebagai daerah yang dicadangkan untuk komoditas
tertentu dan daerah konservasi
dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan. Wilayah
Pencadangan Nasional yang ditetapkan untuk komoditas tertentu dapat diusahakan
sebagian luas wilayahnya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia.
Wilayah yang akan diusahakan menjadi Wilayah
Percadangan Nasional harus berubah statusnyamenjadi Wilayah Usaha Pertambangan
Khusus, dengan
mempertimbangkan:
i. Pemenuhan
bahan baku industri dan energi dalam negeri.
ii. Sumber
devisa Negara.
iii. Kondisi
wilayah didasarkan pada keterbatasan sarana dan prasarana.
iv. Berpotensi
untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi.
v. Daya
dukung lingkungan.
vi. Penggunaan
teknologi
tinggi dan modal investasi yang besar.
2.3. Izin
Usaha Pertambangan
Izin usaha pertambangan adalah pemberian izin untuk
melakukan usaha pertambangan kepada orang pribadi atau badan yang diberikan
oleh Pemerintah Daerah. Izin Usaha Pertambangan diberikan dalam
bentukSurat Keputusan Izin
Usaha Pertambangan. Izin Usaha Pertambangan diberikan
kepada:
a. Badan
usaha.
b. Koperasi.
c. Perseorangan.
Izin Usaha Pertambangan terdiri atas dua tahap:
1. Izin
Usaha Pertambangan Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi,
dan studi kelayakan.Dan diberikan
untuk satu jenis mineral atau batubara.
2. Izin
Usaha Pertambangan Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.
Pemegang Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan
pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi dapat melakukan sebagian atau
seluruhnya.
Izin Usaha Pertambangan diberikan oleh:
1. Bupati
/ Walikota apabila Wilayah Izin Usaha Pertambangan berada di dalam satu
wilayah kabupaten / kota;
2. Gubernur
apabila Wilayah Izin Usaha Pertambangan berada pada lintas wilayah kabupaten /
kota dalam 1provinsi
setelah mendapatkan rekomendasi dari Bupati / Walikota setempat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
3. Menteri
apabila Wilayah Izin Usaha Pertambangan berada pada lintas wilayah provinsi
setelah mendapatkan rekomendasi dari Gubernur dan Bupati / Walikota setempat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
Izin Usaha Pertambangan bahan galian Non Logam dan batuan di
Kabupaten Banjarnegara untuk
IUP Eksplorasi pertambangan mineral bukan logam dan batuan dapat diberikan
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat di perpanjang 1 (satu)
tahun, sedangkan IUP Operasi Produksi pertambangan mineral bukan logam 10
(sepuluh tahun) dan dapat di perpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima)
tahun dan bahan galian batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 5
(lima) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.
Sesuai Persyaratan Izin Uaha Pertambangan Bahan Galian Non Logam dan Batuan yang
tercantum dalamPeraturan
Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Pertambangan Mineral
Di Kabupaten Banjarnegara, maka pemegang Izin Usaha Pertambangan bahan
galian Non Logam dan
Batuan diwajibkan :
(1) Pemegang
IUP tidak boleh memindahkan IUP- nya kepada pihak lain.
(2) Melaksanakan pemeliharaan kesehatan
dan keselamatan tenaga kerja pertambangan, pengamanan teknis dan lingkungan
hidup serta mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku;
(3) Memelihara tanah, termasuk menambah
kesuburan, mencegah kerusakan tanah dan jalan;
(4) Mengembalikan tanah/menimbun kembali
tanah yang telah ditambang dan atau reklamasi;
(5) Melakukan penanaman
kembali/penghijauan/reboisasi, dan revegetasi;
(6) Memberikan laporan secara tertulis
atas pelaksanaan usahanya kepada Bupati setiap 3 (tiga) bulan sekali.
(7) Memberikan laporan kepada Bupati Cq
Kepala SKPD yang secara teknis membidangi pertambangan mineral atas
penemuan galian dan barang berharga yang tidak disebutkan dalam IUP;
(8) Pemegang
IUP wajib menjamin penerapan standar dan baku mutu lingkungan sesuai dengan
karakteristik suatu daerah.
(9) Pemegang
IUP wajib menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air yang
bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(10) Setiap pemegang
IUP wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pasca tambang pada saat
mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi.
Pemegang IUP wajib menyediakan dana jaminan reklamasi dan
dana jaminan pasca tambang
2.4. Dasar
Hukum
Dasar hukum perizinan usaha pertambangan bahan galian non logam dan batuan di
KabupatenBanjarnegara adalah
sebagai berikut :
a) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33
ayat 3 ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
b) Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (LN Tahun 1999
Nomor 4, TLN 4959).
c) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun
2010 Tentang Wilayah Pertambangan
d) Peraturan pemerintah republik
indonesia Nomor 23 tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara.
e) Peraturan
Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Pertambangan Mineral.
Permasalahan umum yang dihadapi di berbagai daerah
tentang pertambangan nonlogam dan batuan rata-rata hampir sama, yaitu masih
tetap maraknya pertambangan tanpa izin atau yang biasa disebut sebagai PETI.
Kegiatan ini biasanya dilakukan masyarakat setempat secara perorangan dan dalam
skala kecil. Peralatan penambangan yang digunakan juga yang sederhana. Tetapi
karena dilakukan oleh banyak orang maka diperlukan pengawasan dan penertiban
dari aparat pemerintah sehingga kegiatan penambangan yang dilakukan tidak
menimbulkan dampak yang merugikan bagi masyarakat dan lingkungan.
Permasalahan
yang timbul dari dalam pemerintahan sendiri adalah masih kurangnya Sumber Daya
Manusia yang mempunyai kompetensi yang sesuai dengan permasalahan yang
dihadapi. Pada kondisi di Kabupaten Banjarnegara, aparat pemerintah yang
mempunyai kompetensi di bidang pertambangan masih sangat kurang, sehingga
selama ini hanya memanfaatkan sumber daya manusia yang ada saja.
Dalam permasalahan dengan Pertambangan Rakyat, setiap
daerah menggunakan cara yang berbeda untuk meminimalisasi PETI. Di Kabupaten
Banjarnegara sendiri, Pemerintah Kabupaten sudah mengusahakan dengan
menyederhanakan proses pengajuan izin untuk pengajuan permohonan izin
penambangan rakyat.Pemerintah
Kabupaten Banjarnegara pada saat juga terus melakukan pendekatan-pendekatan
terhadap para pelaku PETI agar mereka dapat segera memiliki izin usaha.
Diantaranya dengan terus melakukan sosialisai tentang prosedur perizinan
pertambangan yang berlaku di Kabupaten Banjarnegara dan penyuluhan-penyuluhan
tentang kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di ereal pertambangan.
Sedangkan dalam hal Izin Usaha Pertambangan, banyak
pengusaha yang merasa bahwa jaminan dan kepastian hukum dianggap masih belum
mengakomodasi kepentingan mereka sehingga mereka lebih memilih untuk tidak
mengajukan IUP. Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten perlu memfasilitasi adanya
kajian bersama antara pihak pengusaha, Pemerintah Kabupaten dan DPRD Kabupaten
selaku pembuat regulasi. Sehingga produk hukum yang dihasilkan dapat
mengakomodasi kepentingan semua pihak.
Dalam
mengatasi masalah Sumber Daya Manusia, Pemerintah Kabupaten Banjarnegara
melakukan langkah-langkah yang sesuai yaitu dengan menunjuk beberapa aparat
pemerintah untuk mengikuti pendidikan di bidang pertambangan di Akamigas-STEM
Cepu. Sehingga diharapkan, setelah mengikuti pendidikan ini dapat kembali ke
daerah asal dan menjadi pengawas di bidang pertambangan.
SIMPULAN
1. Pertambangan
adalah bidang yang menarik minat sebagaian besar masyarakat karena merupakan
bidang yang menjanjikan banyak keuntungan;
2. Pertambangan
Mineral non logam dan Batuan bisa diusahakan oleh Badan Usaha, Koperasi dan
Perseorangan;
3. Pertambangan
di setiap daerah mempunyai permasalahan yang hampir sama yaitu adanya
Pertambangan Tanpa Izin (PETI), demikian pula yang terjadi di Kabupaten
Banjarnegara;
4. Pelaku
PETI biasanya adalah masyarakat setempat yang melakukannya untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi dan biasanya dilakukan dengan peralatan yang sederhana;
5. Pemerintah
Kabupaten Banjarnegara sudah melakukan pendekatan-pendekatan terhadap para
pelaku PETI agar mereka dapat segera memiliki izin usaha.
SARAN
1. Perlu
diadakan pertemuan antara pemerintah kabupaten dengan para pelaku pertambangan
baik yang berizin ataupun yang tidak sehingga dapat diperoleh produk hukum yang
dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak;
2. Perlu
pembinaan dan pendidikan yang lebih intensif terhadap aparat pemerintah yang
berkecimpung di dalam bidang pertambangan sehingga dapat berperan optimal
sebagai pengawas bidang pertambangan.
DAFTAR PUSTAKA
1. BPS dan Badan Pusat Statistik
Kabupaten Banjarnegara, 2010, hasil sensus penduduk Kabupaten Banjarnegara
2006.
2. ..........., 2009, Undang-Undang Nomor
4 Tahun 2009. Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
3. ..........., 2010, Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara.
4. ..........., 2010, Peraturan
Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
5. ............, 2011, Peraturan
Daerah Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pertambangan Mineral Kabupaten Banjarnegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar